MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA
PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA
MATERI PECAHAN
DENGAN MENGGUNAKAN
MEDIA MANIPULATIVE MATERIAL KERTAS
DI KELAS V SDN 1 SUNGAI LUMPUR
Iwan Brades
NIM.822077979
Email: iwanbrades.pkp@gmail.com
Abstrak
Umumnya
pembelajaran matematika baik di tingkat dasar maupun menengah masih dianggap
sebagai mata pelajaran yang sulit dipahami oleh siswa. Berdasarkan hasil nilai
rata-rata ulangan harian di kelas peneliti dari 25 siswa hanya 24% atau
sebanyak 6 siswa yang telah memahami proses perkalian pecahan. Penelitian
perbaikan pembelajaran ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar
matematika materi pecahan dengan menggunakan media manipulative material
kertas. Subjek penelitian perbaikan pembelajaran ini dilaksanakan terhadap 25 siswa
kelas V SDN 1 Sungai Lumpur Kecamatan Cengal. Penelitian ini terdiri dari dua
siklus, siklus I dilaksanakan pada tanggal 10 Oktober 2014 dan siklus II
dilaksanakan pada tanggal 15 Oktober 2014. Penelitian ini dilakukan oleh
peneliti dibantu satu orang observer. Desain penelitian ini menggunakan
penelitian tindakan kelas yang terdiri dari kegiatan perencanaan, pelaksanaan,
pengamatan, dan refleksi. Dalam pelaksanaan penelitian ini tidak hanya
menggunakan media manipulative material kertas, namun pada siklus II di tambah
dengan metode penemuan terbimbing. Perbandingan ketuntasan hasil belajar siklus
I dan siklus II mengalami peningkatan dari 44% menjadi 84%. Media manipulative
material kertas dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Kata Kunci:
Hasil Belajar, Manipulative Material, Pecahan.
I. Pendahuluan
A. Latar
Belakang Masalah
Matematika dewasa ini merupakan mata pelajaran yang
sangat penting. Perkembangannya sangat pesat, baik materi, maupun strategi
pembelajaran, sehingga dalam pembelajaran di sekolah harus memperhatikan
perkembangan tersebut. Matematika berfungsi sebagai alat dan pola pikir yang
digunakan dalam berbagai ilmu pengetahuan dan kehidupan sehari-hari.
Pada umumnya pembelajaran matematika baik di tingkat
dasar maupun menengah masih dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit dipahami
oleh siswa sehingga siswa terlebih dahulu takut terhadap mata pelajaran
matematika.
Salah satu kompetensi dasar pembelajaran matematika
yang terdapat dalam Kurikulum 2013 khususnya kelas lima sekolah dasar yaitu:
1. Memahami berbagai bentuk pecahan (pecahan
biasa, campuran, desimal dan persen) dan dapat mengubah bilangan pecahan
menjadi desimal, serta melakukan perkalian dan pembagian.
2. Mengurai sebuah pecahan sebagai hasil
penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian dua buah pecahan yang
dinyatakan dalam desimal dan persen dengan berbagai kemungkinan jawaban.
Hasil yang diharapkan berdasarkan kompetensi dasar
tersebut adalah siswa dapat menguasai keterampilan melakukan perkalian dalam
bentuk pecahan. Terbentuknya rasa ingin tahu, fokus, tekun dan teliti.
Untuk mencapai hasil yang diharapkan di atas tidak
semudah membalikkan telapak tangan karena fakta di lapangan menunjukkan bahwa
masih banyak siswa sekolah dasar kesulitan memahami pecahan dan operasinya.
Seperti yang terjadi pada siswa kelas V SDN 1 Sungai Lumpur Kecamatan Cengal
Kabupaten Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan, berdasarkan hasil rerata ulangan
harian yang dilakukan penulis dari 25 siswa hanya 24% atau sebanyak 6 siswa yang
telah memahami perkalian pecahan sedangkan 76% atau sebanyak 19 siswa belum
memahami perkalian pecahan. Hal ini menunjukkan belum tercapainya kriteria
ketuntasan minimal (KKM) yang telah ditetapkan yaitu antara 66-70 dengan skala
2,66.
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan
hasil refleksi yang telah dilakukan, teridentifikasi masalah antara lain; (a) pembelajaran
yang dilakukan belum berhasil, (b) siswa pada kelas tersebut belum memahami
konsep perkalian dan penyederhanaan pecahan, (c) siswa pada kelas tersebut
tidak dapat melakukan operasi perkalian dan penyederhanaan pecahan, dan (d) siswa
pada kelas tersebut kurang memperhatikan penjelasan guru.
2. Analisis Masalah
Dari
hasil identifikasi masalah tersebut, diperoleh kemungkinan penyebab permasalahan
di atas muncul antara lain; (a) kemampuan dasar yang dimiliki siswa sangat
rendah, (b) guru sering mengabaikan penggunaan media pembelajaran yang dapat
meningkatkan kemampuan dasar siswa, (c) guru menggunakan pembelajaran yang
bersifat kovensional (ceramah), sehingga pembelajaran kurang menarik, dan (d) siswa
cenderung pasif dalam kegiatan pembelajaran berlangsung.
3. Alternatif dan Prioritas Pemecahan Masalah
Berdasarkan
analisis masalah di atas, penulis memberikan alternatif pemecahan masalah dengan
tujuan tindakan perbaikan yaitu Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada
Pembelajaran Matematika Materi Pecahan dengan Menggunakan Media Manipulative Material Kertas di Kelas V
SDN 1 Sungai Lumpur.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
hasil analisis yang telah diungkapkan dalam latar belakang masalah di atas,
maka dapat dirumuskan fokus penelitian penulis adalah Adakah Peningkatan Hasil
Belajar Siswa pada Pembelajaran Matematika Materi Pecahan dengan Menggunakan
Media Manipulative Material Kertas di
Kelas V SDN 1 Sungai Lumpur?
C. Tujuan Penelitian Perbaikan Pembelajaran
Secara
umum tujuan penelitian perbaikan pembelajaran ini adalah meningkatkan hasil
belajar matematika materi pecahan dengan menggunakan media manipulative material kertas siswa kelas V SDN 1 Sungai Lumpur.
Dengan pembelajaran menggunakan media manipulative
material kertas diharapkan siswa dapat aktif dalam pembelajaran, sehingga
siswa lebih mudah memahami materi pembelajaran matematika. Jika materi sudah
dipahami, secara alami siswa akan lebih senang dalam belajar dan hasil yang
diperoleh juga lebih baik.
Secara
khusus tujuan penilitian perbaikan pembelajaran ini adalah memenuhi tugas mata
kuliah Pemantapan Kemampuan Profesional (PDGK4501) pada Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Program Studi S1 PGSD Semester 8 di UPBJJ-UT Palembang Pokjar
Pangkalan Lampam.
D. Manfaat Penelitian Perbaikan Pembelajaran
Kegiatan
dan laporan hasil penelitian perbaikan pembelajaran ini diharapkan dapat
memberikan manfaat bagi siswa, guru, peneliti, sekolah, dan institusi
pendidikan secara umum.
1. Bagi
Siswa
Hasil
penelitian ini dapat meningkatkan hasil belajar serta pemahaman siswa terhadap
materi perkalian pecahan, sehingga siswa dapat berperan aktif dan kreatif dalam
pembelajaran matematika.
2. Bagi
Guru
Hasil
penelitian ini dapat memberikan informasi dan menambah pengetahuan mengenai
penggunaan bahan manipulatif kertas dalam pembelajaran matematika materi
pecahan sebagai alat peraga pembelajaran yang lebih baik. Hasil penelitian ini
juga dapat dijadikan upaya yang nyata dalam melakukan refleksi/koreksi guna
memperbaiki pembelajaran di sekolahnya masing-masing.
3. Bagi Peneliti
Hasil
penelitian ini sebagai alat ukur dalam menentukan alat peraga yang paling tepat
dalam pembelajaran matematika materi pecahan.
4. Bagi Sekolah dan Institusi Pendidikan
Hasil
penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi yang dapat digunakan
sebagai acuan perbandingan proses pembelajaran di tahun berikutnya. Sebagai
masukan dalam upaya perbaikan pembelajaran sehingga dapat menunjang tercapainya
target kurikulum yang diharapkan, serta dapat digunakan sebagai upaya
peningkatan kemampuan keprofesian guru yang merupakan personil di sekolah.
II. Kajian Pustaka
A. Pengertian
Belajar
Menurut Anitah dkk. (2011:2.5), definisi belajar
yang umum diterima saat ini ialah bahwa belajar merupakan suatu usaha yang
dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru,
secara keseluruhan sebagai pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi
dengan lingkungannya. Proses perubahan tingkah laku merupakan gambaran
terjadinya rangkaian perubahan dalam kemampuan siswa. Hal ini dapat dilihat
dari perbandingan kemampuan sebelumnya dengan kemampuan setelah mengikuti
pembelajaran. Belajar merupakan suatu proses yang terarah kepada pencapaian
tujuan dan kompetensi yang sudah ditetapkan.
Belajar adalah perubahan yang relatif permanen
dalam perilaku atau potensi perilaku sebagai hasil dari
pengalaman atau latihan yang diperkuat. Belajar merupakan akibat adanya
interaksi antara stimulus dan respon. (Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah belajar
sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini
dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang
berupa respon.
Stimulus adalah apa saja yang diberikan
guru kepada pelajar, sedangkan respons berupa reaksi atau tanggapan pelajar
terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara
stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati
dan tidak dapat diukur, yang dapat diamati adalah stimulus dan respons, oleh
karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh
pelajar (respons) harus dapat diamati dan diukur.
Belajar adalah suatu proses perubahan di
dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk
peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan,
pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir dan
lain-lain kemampuan. (Hakim, 2005:1).
Dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
proses perubahan tingkah laku manusia yang bersifat tetap sebagai hasil dari
pengalaman dan latihan. Dapat dilihat dari perubahan peningkatan kualitas dan
kuantitas kemampuannya sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran.
B. Hasil Belajar
Implementasi dari belajar adalah hasil belajar. Berikut dikemukakan
defenisi hasil belajar menurut para ahli.
(http://himitsuqalbu.wordpress.com/2014/03/21/definisi-hasil-belajar-menurut-
para-ahli/).
1. Dimyati dan Mudjiono (2006) hasil belajar
adalah hasil yang dicapai dalam bentuk angka-angka atau skor setelah diberikan
tes hasil belajar pada setiap akhir pembelajaran. Nilai yang diperoleh siswa
menjadi acuan untuk melihat penguasaan siswa dalam menerima materi pelajaran.
2. Djamarah dan Zain (2006) hasil belajar
adalah apa yang diperoleh siswa setelah dilakukan aktifitas belajar.
3. Hamalik (2008) hasil belajar
adalah sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang dapat
di amati dan di ukur bentuk pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perubahan
tersebut dapat di artikan sebagai terjadinya peningkatan dan pengembangan yang
lebih baik sebelumnya yang tidak tahu menjadi tahu.
4. Mulyasa (2008) hasil belajar
merupakan prestasi belajar siswa secara keseluruhan yang menjadi indikator
kompetensi dan derajat perubahan prilaku yang bersangkutan. Kompetensi yang
harus dikuasai siswa perlu dinyatakan sedemikian rupa agar dapat dinilai
sebagai wujud hasil belajar siswa yang mengacu pada pengalaman langsung.
5. Winkel (dikutip oleh Purwanto, 2010) hasil belajar adalah perubahan yang
mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya.
6. Sudjana (2010) menyatakan hasil
belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajar.
7. Suprijono (2009) hasil belajar
adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap,
apresiasi dan keterampilan.
C. Prestasi Belajar
Prestasi
belajar adalah hasil-hasil yang telah diberikan guru kepada murid murid atau
dosen kepada mahasiswa dalam jangka waktu tertentu. (Purwanto, 1978 dalam
Habsari, 2005:75). Sedangkan menurut Ahmadi (1978, dalam Habsari, 2005:75)
prestasi belajar adalah hasil yang dicapai dalam suatu usaha (belajar) untuk
mengadakan perubahan atau mencapai tujuan.
D. Pembelajaran Matematika
Dalam proses belajar matematika, Bruner (1982 dalam
Muhsetyo, 2012:1.26), menyatakan pentingnya tekanan dan kemampuan peserta didik
dalam berpikir intuitif dan analitik akan mencerdaskan peserta didik membuat
prediksi dan terampil dalam menemukan pola (pattern)
dan hubungan/keterkaitan (relations).
Pembaruan dalam proses belajar ini, dari proses drill dan practice ke
proses bermakna, dan dilanjutkan proses berpikir intiutif dan analitik,
merupakan usaha luar biasa untuk selalu meningkatkan mutu pembelajaran
matematika. Reaksi-reaksi positif untuk perubahan mempunyai dampak perkembangan
kurikulum matematika sekolah yang dinamis.
Menurut
Muhsetyo (2012:1.26), pembelajaran matematika adalah proses pemberian
pengalaman belajar kepada peserta didik melalui serangkaian kegiatan yang
terencana sehingga peserta didik memperoleh kompetensi tentang bahan matematika
yang dipelajari.
Secara lebih jelas Bruner (dalam Muhsetyo
2012:1.12), menyebut tingkatan yang perlu diperhatikan dalam mengakomodasikan
keadaan peserta didik, yaitu (a) enactive
(manipulasi objek langsung), (b) iconic
(manipulasi objek tidak langsung), dan (c) symbolic (manipulasi simbol). Seperti dijelaskan secara rinci
tingkatan tersebut (dalam Karso dkk., 2011:1.12-1.13), sebagai berikut.
a. Tahap Enaktif atau Tahap Kegiatan (Enactive)
Tahap
pertama anak belajar konsep adalah berhubungan dengan benda-benda real atau
mengalami peristiwa di dunia sekitarnya. Pada tahap ini masih dalam gerak
reflek dan coba-coba, belum harmonis. Ia memanipulasikan, menyusun,
menjejerkan, mengutak-ngatik, dan bentuk-bentuk gerak lainnya (serupa dengan
tahap sensori motor dari Peaget).
b. Tahap Ikonik Atau Tahap Gambar Bayangan
(Iconic)
Pada
tahap ini, anak telah mengubah, menandai, dan menyimpan peristiwa atau benda
dalam bentuk bayangan mental. Dengan kata lain anak dapat membayangkan kembali
atau memberikan gambaran dalam pikirannya tentang benda atau peristiwa yang
dialami atau dikenalnya pada tahap enaktif, walaupun peristiwa itu telah
berlalu atau benda real itu tidak lagi benda di hadapannya (tahap pre-operasi
dari Peaget).
c. Tahap Simbolik (Symbolic)
Pada
tahap terakhir ini anak dapat mengutarakan bayangan mental tersebut dalam
bentuk simbol dan bahasa. Apabila ia berjumpa dengan suatu simbol itu akan
dapat dikenalnya kembali. Pada tahap ini anak sudah mampu memahami
simbol-simbol dan menjelaskan dengan bahasanya. (Serupa dengan tahap operasi
konkret dan formal dari Peaget).
E. Pengertian Pecahan
Bilangan
pecahan pertama kali digunakan oleh Bangsa Mesir Kuno sekitar tahun 1600 SM.
Pecahan pada masa itu dapat dilihat pada tulisan di Papyrus Ahmes. Bangsa Mesir
menggunakan pecahan satuan, yaitu pecahan yang pembilangnya adalah angka satu
untuk menyatakan perbandingan. Pecahan-pecahan tersebut ditulis menggunakan
huruf Hieroglyph. Pada saat yang bersamaan dengan Bangsa Mesir Kuno, Bangsa Cina
Kuno juga mulai mengenal konsep pecahan. Bangsa Romawi dan Babilonia juga mulai
mengembangkan konsep pecahan yang memiliki nilai penyebut yang sama dengan
pembilang apa pun. Bangsa Romawi Kuno menggunakan angka 12 sebagai penyebut
untuk setiap bilangan pecahan. Sedangkan Bangsa Babilonia menggunakan angka 60
sebagai penyebut untuk bilangan pecahan. Bangsa Cina Kuno menamai penyebut
sebagai “ibu” dan pembilang sebagai “anak”. (Rajasa, 2009:2-3).
Menurut
Karso dkk. (2011:7.2-7.3), pecahan melambangkan perbandingan bagian yang sama
dari suatu benda terhadap keseluruhan benda tersebut. Dengan kata lain suatu
benda dibagi menjadi beberapa bagian yang sama maka perbandingan setiap bagian
tersebut dengan keseluruhan bendanya menciptakan lambang dasar suatu pecahan.
Pecahan melambangkan perbandingan himpunan bagian yang sama dari suatu himpunan
terhadap keseluruhan himpunan semula. Dengan kata lain suatu himpunan dibagi
atas himpunan bagian yang sama maka perbandingan satiap himpunan bagian yang
sama itu terhadap keseluruhan himpunan semula akan menciptakan lambang dasar
suatu pecahan.
Pecahan dapat diartikan sebagai bagian dari sesuatu
yang utuh. Dalam ilustrasi gambar, bagian yang dimaksud adalah bagian yang
diperhatikan, yang biasanya ditandai dengan arsiran. Bagian inilah yang
dinamakan pembilang. Adapun bagian yang utuh adalah bagian yang dianggap
sebagai satuan, dan dinamakan penyebut. (Heruman, 2010:43).
F. Macam-macam Pecahan
Pecahan ada dua macam, yaitu pecahan murni atau
sejati dan pecahan campuran.
a. Pecahan murni atau sejati
Pecahan murni atau pecahan sejati adalah pecahan
yang pembilangnya lebih kecil dari penyebutnya dan pecahan tersebut tidak dapat
disederhanakan lagi.
b. Pecahan campuran
Pecahan campuran, yaitu pecahan yang terdiri dari
campuran bilangan bulat dengan pecahan murni/sejati. (Karso dkk., 2011:7.7).
G. Pecahan Senilai
Pecahan senilai adalah pecahan-pecahan yang cara
penulisannya berbeda, tetapi mempunyai hasil bagi yang sama dan mewakili bagian
atau daerah yang sama. (Karso dkk.,2011:7.7).
Untuk menentukan pecahan senilai, kamu dapat
mengalikan atau membagi pembilang dan penyebut pecahan dengan bilangan yang
sama, kecuali nol. (Rajasa, 2009:21).
H. Media
Pembelajaran
Media pembelajaran adalah media yang dapat digunakan
untuk membantu siswa di dalam memahami dan memperoleh informasi yang dapat
didengar ataupun dilihat oleh pencaindera sehingga pembelajaran dapat berhasil
guna dan berdaya guna. (Prihatin, 2008:50).
Menurut Muhsetyo dkk. (2012:2.1-2.3), media adalah
alat bantu pembelajaran yang secara sengaja dan terencana disiapkan atau
disediakan guru untuk mempresentasikan dan/atau menjelaskan bahan pelajaran,
serta digunakan siswa untuk dapat terlibat langsung dengan pembelajaran
matematika. Media pembelajaran dalam pembelajaran matematika SD adalah alat
bantu pembelajaran yang digunakan untuk menampilkan, mempresentasikan,
menyajikan atau menjelaskan bahan pelajaran kepada peserta didik, yang mana
alat-alat itu sendiri bukan merupakan bagian dari pelajaran yang diberikan.
I. Manipulative
Material (Bahan Manipulatif)
Bahan
manipulatif dalam pembelajaran matematika SD adalah alat bantu pembelajaran
yang digunakan terutama untuk menjelaskan konsep dan prosedur matematika. Alat
ini merupakan bagian langsung dari mata pelajaran matematika, dan dapat
dimanipulasikan oleh peserta didik (dibalik, dipotong, digeser, dipindah,
digambar, ditambah, dipilah, dikelompokkan/diklasifikasikan). Penggunaan bahan
manipulatif ini dimaksudkan untuk mempermudah peserta didik dalam memahami
konsep dan prosedur matematika. (Muhsetyo dkk., 2012:2.1-2.2).
J. Bahan
Manipulatif dari Kertas
Dalam pembelajaran matematika SD, agar bahan
pelajaran yang diberikan lebih mudah dipahami oleh siswa, diperlukan
bahan-bahan yang perlu disiapkan oleh guru, dari barang-barang yang harganya
relatif murah dan mudah diperoleh, misalnya dari karton, kertas, kayu, kawat,
kain, untuk menanamkan konsep matematika tertentu sesuai dengan keperluan.
(Muhsetyo dkk., 2012:2.20-2.21).
Manfaat dari bahan manipulatif kertas/karton antara
lain adalah untuk menjelaskan pecahan (konsep, sama/senilai, operasi).
III. Pelaksanaan
Penelitian Perbaikan Pembelajaran
A. Subjek,
Tempat, dan Waktu Penelitian, Pihak yang Membantu
1. Subjek Penelitian
Subjek penelitian perbaikan pembelajaran ini
dilaksanakan terhadap 25 siswa SD kelas 5 pada mata pelajaran Matematika materi
perkalian dalam bentuk pecahan dengan rincian siswa laki-laki 9 orang dan siswa
perempuan 16 orang. Pertimbangan pemilihan kelas 5 sebagai sumber data
penelitian perbaikan pembelajaran karena kelas 5 merupakan kelas peneliti dalam
melaksanakan tugas mengajar sehari-hari dan kelas tersebut terdapat masalah
yang telah diuraikan dalam bab pendahuluan. Siswa di kelas 5
sebagian besar berasal dari desa Sungai Lumpur sendiri, sebagian kecil berasal
dari desa tetangga Pantai Harapan dan ada juga yang tinggal di kawasan
pertambakan yang jauh dari desa. Orang tua mereka kebanyakan bekerja sebagai
nelayan dan petani, hanya sebagian kecil yang bekerja sebagai pedagang dan
wiraswasta. Pendidikan orang tua mereka juga tergolong rendah kebanyakan hanya
tamat SD dan SMP bahkan ada yang tidak lulus SD. Keadaan ini memungkinkan
mereka sangat bebas dan cara belajarnya kurang terkontrol.
2. Tempat Penelitian
Tempat penelitian perbaikan pembelajaran ini
dilaksanakan di SDN 1 Sungai Lumpur dengan alamat Jl. P3DT
Dusun 1 Sungai Lumpur Desa
Sungai Lumpur Kecamatan Cengal Kabupaten Ogan Komering
Ilir Provinsi Sumatera
Selatan.
3. Waktu Penelitian
Waktu penelitian perbaikan pembelajaran ini
dilaksanakan di bulan Oktober 2014, mulai tanggal 10 Oktober 2014 sampai 15
Oktober 2014. Pada tanggal tersebut peneliti mulai aktif di lapangan.
4. Pihak yang Membantu
Pihak yang terlibat dan membantu dalam pelaksanaan
penelitian perbaikan pembelajaran ini antara lain; (1) Iwan Brades selaku
peneliti dan guru, (2) Nizarwait, M.Pd. selaku supervisor atau pembimbing, (3)
Joni Ejonro, S.Pd.SD selaku supervisor dan observer, dan (4) Aspiran, S.Pd.
selaku kepala sekolah.
B. Desain Prosedur Perbaikan Pembelajaran
Desain yang digunakan dalam penelitian perbaikan
pembelajaran ini adalah penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas
adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui
refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru,
sehingga hasi belajar siswa menjadi meningkat. (Wardhani dan Wihardit,
2012:1.4). Penelitian ini
dilaksanakan dalam 2 siklus, setiap siklus terdiri dari kegiatan: (1)
perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi.
1. Siklus I
Penerapan
perbaikan pembelajaran pada siklus I ini bertujuan untuk meningkatkan hasil
belajar siswa kelas 5 SDN 1 Sungai Lumpur dengan menggunakan media manipulative material kertas dalam
pembelajaran Matematika dengan materi perkalian dalam bentuk pecahan. Langkah-langkah kegiatan dalam siklus
ini sebagai berikut.
a. Perencanaan (planning)
Merencanakan
pembelajaran dengan menggunakan media manipulative
material kertas dengan membuat Rencana Pelaksanaan Perbaikan Pembelajaran
(RPP Perbaikan), menyiapkan lembar observasi keaktivan siswa dalam belajar dan
catatan lapangan yang digunakan untuk mengamati interaksi siswa dan interaksi
siswa dengan guru, menyiapkan soal latihan yang digunakan sebagai alat
penilaian hasil belajar siswa, dan berdiskusi dengan observer setelah
mempelajari RPP Perbaikan, lembar observasi dan soal latihan.
b. Pelaksanaan (acting)
Pembelajaran
dimulai dengan berdoa dan salam, mengadakan presensi terhadap kehadiran siswa,
menjelaskan kepada siswa tentang pembelajaran yang akan dilakukan yaitu dengan
menggunakan media manipulative material kertas., menjelaskan tujuan pembelajaran kepada
siswa, memperagakan perkalian pecahan menggunakan media manipulative material kertas,
memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk bertanya dan
memberikan tanggapan terhadap penjelasan guru, menunjuk beberapa siswa untuk
mencoba mensimulasikan perkalian pecahan dengan menggunakan media manipulative material kertas, menunjuk
salah satu siswa untuk mendemonstrasikan perkalian pecahan di papan tulis, meminta
siswa untuk mengerjakan soal latihan secara mandiri, mengkonfirmasi dan
mengapresiasi setiap jawaban siswa, menyimpulkan pelajaran, dan menugasi siswa
untuk mempelajari kembali perkalian pecahan.
c. Pengamatan (observing)
Peneliti
bersama observer saling memberikan masukan dalam mengamati aktivitas siswa
dalam kegiatan yang terkait dengan pembelajaran matematika sesuai dengan lembar
observasi dan catatan lapangan yang telah disiapkan.
d. Refleksi (reflecting)
Menganalisis
hasil pengamatan dan latihan dari tahapan-tahapan dalam siklus ini dan mendiskusikan
hasil analisisnya, jika hasil belajar pada siklus ini belum dikategorikan
berhasil maka akan dilaksanakan rencana pelaksanaan perbaikan pembelajaran di
siklus selanjutnya.
2. Siklus II
Penerapan
perbaikan pembelajaran pada siklus ini sama halnya dengan perbaikan
pembelajaran pada siklus sebelumnya, hanya saja penerapan siklus ini lebih baik
dan lebih cermat dibandingkan dengan siklus sebelumnya guna mencapai tujuan
yang diharapkan. Dalam perbaikan pembelajaran siklus ini guru secara menyeluruh
membimbing siswa yang masih mengalami kesulitan dalam mengerjakan latihan yang
diberikan guru, hingga siswa tersebut menemukan jawaban dari latihan tersebut. Langkah-langkah pelaksanaan siklus ini
adalah sebagai berikut.
a. Perencanaan (planning)
Merencanakan
pembelajaran dengan menggunakan media manipulative
material kertas dengan membuat Rencana Pelaksanaan Perbaikan Pembelajaran
(RPP Perbaikan), mengecek kembali lembar observasi keaktivan siswa dan catatan
lapangan, menyiapkan soal latihan untuk siklus II yang digunakan sebagai alat
penilaian hasil belajar, dan berdiskusi dengan observer setelah mempelajari RPP
Perbaikan, lembar observasi dan soal latihan yang akan digunakan pada siklus ini.
b. Pelaksanaan (acting)
Pembelajaran
dimulai dengan berdoa dan salam, mengadakan presensi terhadap kehadiran siswa, menjelaskan tujuan pembelajaran kepada
siswa, memperagakan perkalian pecahan menggunakan media manipulative material kertas,
memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk bertanya dan
memberikan tanggapan terhadap penjelasan guru, menunjuk beberapa siswa untuk
mencoba mensimulasikan perkalian pecahan dengan menggunakan media manipulative material kertas, meminta siswa untuk mengerjakan soal
latihan secara mandiri, memandu siswa
yang mengalami kesulitan, mengkonfirmasi dan mengapresiasi setiap jawaban siswa, dan menyimpulkan pelajaran.
c. Pengamatan (observing)
Peneliti
bersama observer saling memberikan masukan dalam mengamati aktivitas siswa
dalam kegiatan yang terkait dengan pembelajaran matematika sesuai dengan lembar
observasi dan catatan lapangan yang telah disiapkan.
e. Refleksi (reflecting)
Membuat
suatu simpulan terhadap pencapaian tujuan
pembelajaran. Diharapkan setelah akhir siklus ini, dengan menggunakan media manipulative material kertas dalam
pembelajaran matematika dapat meningkatkan hasil belajar siswa maupun aktivitas
belajar siswa. Peningkatan hasil belajar tersebut diperoleh dari membandingkan
hasil belajar dari siklus sebelumnya dengan siklus ini, apabila mengalami
peningkatan maka tindakan pada siklus selanjutnya dihentikan.
C. Teknik
Analisis Data
1. Analisis Data Hasil Belajar
Penilaian hasil belajar siswa diperoleh melalui soal
latihan pada pelaksnaan perbaikan pembelajaran setiap siklus. Soal latihan
siswa yaitu berupa tes tertulis. Dari data hasil tes tertulis pada setiap
siklus akan diketahui hasil ketuntasan belajar siswa dengan rumus:
Nilai Akhir = Jumlah Skor yang Diperoleh Siswa
x100
Jumlah
Skor Maksimum
Kemudian hasil perhitungan dikonversikan dengan
tabel:
Tabel 1. Konversi Nilai Kurikulum 2013 SD
No.
|
Konversi Nilai
Akhir
|
Predikat
(Pengetahun
dan Keterampilan)
|
Sikap
|
|
Skala 100
|
Skala 4
|
|||
1
2
|
86-100
81-85
|
4,00
3,66
|
A
A-
|
SB
|
3
4
5
|
76-80
71-75
66-70
|
3,33
3,00
2,66
|
B+
B
B-
|
B
|
6
7
8
|
61-65
56-60
51-55
|
2,33
2,00
1,66
|
C+
C
C-
|
C
|
9
10
|
46-50
0-45
|
1,33
1,00
|
D+
D
|
K
|
2. Analisis Data Hasil Observasi
Data
dari hasil observasi akan dianalisis dengan menggunakan metode analisis
deksriptif. Tujuan penggunaan metode analisis deskriptif adalah untuk
memberikan gambaran pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan media manipulative material kertas.
3. Analisis Ketuntasan Hasil Belajar
Analisis
ketuntasan hasil belajar siswa bertujuan untuk mengetahui
tingkat ketuntasan belajar siswa yang diperoleh tiap siklus. Untuk
mengukur
ketuntasan
belajar klasikal digunakan rumus:
Ketuntasan
Belajar Siswa = Jumlah Siswa yang Tuntas Belajar x 100%
Jumlah Siswa
IV. Hasil dan Pembahasan
A. Deskripsi Hasil Penelitian Perbaikan
Pembelajaran
Uraian
mengenai hasil penelitian perbaikan pembelajaran sebagai jawaban dari perumusan
masalah yang telah dibahas dalam pendahuluan akan dibahas dalam hasil dan
pembahasan ini. Namun, sebelum hasil penelitian perbaikan pembelajaran ini
disajikan, terlebih dahulu akan disampaikan gambaran hasil belajar siswa
tentang perkalian dalam bentuk pecahan pada tahap pra siklus atau sebelum dilaksanakannya
tindakan perbaikan pembelajaran.
1. Hasil Belajar Siswa Pra Siklus
Sebelum
penelitian perbaikan pembelajaran dilaksanakan langkah yang ditempuh peneliti
adalah mengetahui data awal hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika
tentang perkalian dalam bentuk pecahan. Data ini diperoleh dari nilai ulangan
harian yang dilaksanakan siswa dalam kegiatan belajar yang dilakukan peneliti sendiri
selaku guru kelas di kelas tersebut. Hasil belajar siswa pra siklus disajikan
dalam Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Belajar Siswa Pra Siklus
No.
|
Skala 100
|
Skala 4
|
Jumlah siswa
|
Persentase (%)
|
1
2
|
86-100
81-85
|
4,00
3,66
|
3
0
|
12
0
|
3
4
5
|
76-80
71-75
66-70
|
3,33
3,00
2,66
|
0
0
3
|
0
0
12
|
6
7
8
|
61-65
56-60
51-55
|
2,33
2,00
1,66
|
0
3
0
|
0
12
0
|
9
10
|
46-50
0-45
|
1,33
1,00
|
13
3
|
52
12
|
Jumlah
|
25
|
100
|
Hasil
belajar siswa pada tahap pra siklus dari 25 siswa hanya 6 siswa yang mampu
mencapai KKM 66-70 (2,66) atau sebesar 24% dan yang belum mencapai KKM 19 siswa
atau sebesar 76%.
2. Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran Siklus
I
Seperti
yang telah diuraikan pada pelaksanaan penelitian perbaikan pembelajaran, siklus
ini meliputi langkah-langkah kegiatan perencanaan (planning), pelaksanaan (acting),
pengamatan (observing), dan
refleksi (reflecting).
a. Perencanaan
Peneliti
menyusun perangkat pembelajaran meliputi rencana pembelajaran atau skenario
pembelajaran, menyiapkan lembar observasi dan catatan lapangan, menyiapkan soal
latihan, selanjutnya mendiskusikan hal tersebut dengan observer.
b. Pelaksanaan
Siklus
ini dilaksanakan pada tanggal 10 Oktober 2014 berlangsung selama dua jam
pelajaran (80 menit). Pada 5 menit pertama peneliti melakukan kegiatan
rutinitas kelas yaitu berdoa dan mengecek kehadiran siswa, selanjutnya
menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan. Peneliti memperagakan
perkalian pecahan di depan kelas dengan menggunakan media manipulative material kertas, setelah itu peneliti memberikan
kesempatan kepada siswa untuk bertanya. Selama 60 menit berikutnya peneliti
menunjuk beberapa siswa untuk mencoba mensimulasikan perkalian pecahan
menggunakan media manipulative material kertas,
peneliti menunjuk siswa untuk mendemonstrasikan perkalian pecahan dengan
mengerjakan soal di papan tulis. Setelah itu semua siswa diminta mengerjakan
soal latihan yang telah disediakan peneliti. Pada 15 menit di kegiatan penutup,
peneliti mengkonfirmasi jawaban siswa, menyimpulkan pelajaran, serta menugasi
siswa untuk mempelajari kembali perkalian pecahan. Setelah dilakukan
pemeriksaan, nilai hasil belajar siswa siklus ini disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Belajar Siswa Siklus I
No.
|
Skala 100
|
Skala 4
|
Jumlah siswa
|
Persentase (%)
|
1
2
|
86-100
81-85
|
4,00
3,66
|
3
0
|
12
0
|
3
4
5
|
76-80
71-75
66-70
|
3,33
3,00
2,66
|
2
0
6
|
8
0
24
|
6
7
8
|
61-65
56-60
51-55
|
2,33
2,00
1,66
|
0
8
0
|
0
32
0
|
9
10
|
46-50
0-45
|
1,33
1,00
|
3
3
|
12
12
|
Jumlah
|
25
|
100
|
Hasil
belajar siswa pada siklus ini masih belum berhasil secara maksimal, meskipun
terdapat peningkatan pada siswa yang telah mencapai KKM. Dari 25 siswa hanya 11
siswa yang mencapai KKM 66-70 (2,66) atau sebesar 44% dengan rincian skala
nilai 86-100 (12 %), 76-80 (8%), dan 66-70 (24%). Sedangkan yang belum mencapai
KKM sebanyak 14 siswa sebesar 56 % dengan rincian skala nilai 56-60 (32%),
46-50 (12%), dan 0-45 (12%).
c. Pengamatan
Pengamatan
yang dilakukan observer menggunakan lembar observasi keaktivan siswa dalam
belajar dan catatan lapangan. Kegunaannya adalah sebagai bahan refleksi dan
evaluasi untuk menentukan rencana tindakan siklus berikutnya, sehingga kegiatan
belajar mengajar (selanjutnya KBM) antar siklus dapat diketahui kemajuannya.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan observer pada kegiatan siklus ini siswa
hanya aktif dalam mencatat materi namun keaktivan bertanya serta mengajukan ide
tidak terlihat dengan baik, meskipun antusias sebagian besar siswa telah tampak
pada kegiatan belajar di siklus ini. Pada kegiatan penugasan atau latihan semua
siswa terlihat mengerjakan tugas, namun ketepatan mengumpulkan tugas dan
kesesuaian dengan tujuan yang diharapkan masih kurang maksimal sehingga waktu
yang digunakan dalam KBM di siklus ini kurang efektif.
Persentase
keaktivan siswa yang meliputi aktif mencatat materi pelajaran, bertanya dan
mengajukan ide (58,33%) perlu upaya perbaikan. Persentase perhatian siswa yang
meliputi hal yang diamati diam, tenang, terfokus pada materi, dan antusias
cukup baik (66,67%) perlu adanya upaya perbaikan di siklus berikutnya.
Sedangkan disiplin berupa pengamatan kehadiran, datang tepat waktu, serta pulang
tepat waktu sudah baik (91,67%). Hal yang sangat menjadi perhatian yaitu
berdasarkan hasil pengamatan pada kategori penugasan meliputi mengerjakan
tugas, ketepatan mengumpulkan tugas, dan mengerjakan sesuai dengan perintah
(50,00%). Harus dilakukan perbaikan langkah pembelajaran yang akan diterapkan
pada siklus berikutnya.
d. Refleksi
Berdasarkan
refleksi yang dilakukan peneliti dan pendapat yang diberikan oleh observer.
Langkah-langkah yang perlu diperbaiki pada siklus berikutnya yaitu guru
diharapkan memberi kesempatan lebih luas pada siswa untuk bertanya dan mengajukan
ide, sehingga guru lebih mengetahui siswa yang belum memahami materi
pembelajaran tersebut. Pada saat siswa mengerjakan tugas diperlukan bimbingan
secara menyeluruh terhadap siswa yang masih mengalami kesulitan, sehingga ketepatan
mengumpulkan tugas dan kesesuaian hasil tugas siswa menjadi lebih baik serta
penggunaan waktu dalam KBM menjadi lebih efektif.
2. Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran Siklus
II
a. Perencanaan
Seperti
kegiatan perencanaan pada siklus sebelumnya, peneliti menyusun perangkat
pembelajaran, mengecek kembali lembar observasi dan catatan lapangan,
menyiapkan soal latihan, kemudian berdiskusi bersama observer.
b. Pelaksanaan
Penelitian
pada siklus ini dilaksanakan pada tanggal 15 Oktober 2014 berlangsung selama
dua jam pelajaran (80 menit). Pada 5 menit pertama peneliti melakukan kegiatan
rutinitas kelas selanjutnya menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan
dilaksanakan, peneliti kembali memperagakan perkalian pecahan menggunakan media
manipulative material dari kertas.
Setelah itu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk bertanya
serta mengajukan ide. Kegiatan selanjutnya selama 60 menit berikutnya peneliti
menunjuk beberapa siswa untuk mencoba mensimulasikan perkalian pecahan dengan
menggunakan manipulative material dari
kertas, peneliti membimbing siswa dalam kegiatan simulasi tersebut. Setelah
kegiatan simulasi dianggap cukup, siswa diminta untuk mengerjakan soal latihan,
dalam kegiatan ini peneliti melakukan bimbingan secara menyeluruh kepada siswa
yang masih mengalami kesulitan dan mengarahkan siswa agar dapat menyelesaikan
soal latihan tersebut dengan baik. Pada kegiatan penutup (15 menit), peneliti
mengkonfirmasi dan mengapresiasi jawaban siswa dilanjutkan dengan menyimpulkan
materi pelajaran bersama siswa. Nilai
hasil belajar siswa pada siklus ini disajikan dalam Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Belajar Siswa Siklus II
No.
|
Skala 100
|
Skala 4
|
Jumlah siswa
|
Persentase (%)
|
1
2
|
86-100
81-85
|
4,00
3,66
|
5
0
|
20
0
|
3
4
5
|
76-80
71-75
66-70
|
3,33
3,00
2,66
|
6
0
10
|
24
0
40
|
6
7
8
|
61-65
56-60
51-55
|
2,33
2,00
1,66
|
0
2
0
|
0
8
0
|
9
10
|
46-50
0-45
|
1,33
1,00
|
2
0
|
8
0
|
Jumlah
|
25
|
100
|
Hasil
belajar siswa pada siklus ini mengalami peningkatan yang sangat baik meskipun
belum 100% berhasil atau belum semua siswa mencapai KKM. Dari 25 siswa yang
mengikuti perbaikan hasil belajar terdapat 21 siswa yang telah mencapai KKM
atau sebesar 84% dengan rincian skala nilai 86-100 (20 %), 76-80 (24%), dan
66-70 (40%). Sedangkan siswa yang belum mencapai KKM sebanyak 4 orang siswa
atau sebesar 16% dengan rincian skala nilai 56-60 (8%) dan 46-50 (8%).
c. Pengamatan
Berdasarkan
pengamatan yang dilakukan observer menggunakan lembar observasi dan catatan
lapangan. Pembelajaran di siklus ini jauh lebih baik, keaktivan siswa dalam
bertanya dan mengajukan pendapat mengalami peningkatan (83,33%). Hal tersebut
disebabkan peneliti atau guru selalu memberi motivasi siswa untuk lebih giat
belajar dan berlatih. Perhatian dan antusias siswa terhadap pembelajaran yang
disajikan juga mengalami peningkatan (91,67%), hal ini disebabkan oleh
penggunaan media manipulatif kertas yang lebih bervariasi. Kedisiplinan siswa
pun lebih meningkat (100%), dalam penugasan (91,67%) siswa lebih aktif dan
tepat waktu dalam mengumpulkan pekerjaan mereka, waktu yang digunakan juga
lebih efektif sehingga hasil belajar yang diperoleh juga lebih baik.
d. Refleksi
Disimpulkan
bahwa tujuan pembelajaran telah tercapai. Hasil belajar siswa mengalami peningkatan
pada tahap pra siklus 6 siswa yang tuntas (24 %), tahap siklus I 11 siswa yang
tuntas (44%), dan tahap siklus II 21 siswa yang tuntas (84%). Dengan demikian
penelitian pada tahap siklus berikutnya dihentikan. Ketuntasan hasil belajar
tiap-tiap siklus disajikan dalam Tabel 5.
Tabel 5. Ketuntasan Hasil Belajar Tiap Siklus
No.
|
Tahap
|
Banyak siswa
yang tuntas
|
Persentase (%)
|
1
|
Pra Siklus
|
6
|
24
|
2
|
Siklus I
|
11
|
44
|
3
|
Siklus II
|
21
|
84
|
B. Pembahasan
Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran
Dalam
penelitian perbaikan pembelajaran ini telah terjadi peningkatan pengetahuan,
pemahaman dan keterampilan. Pengetahuan yaitu dinilai dari hasil belajar siswa
yang mengalami peningkatan. Pemahaman yaitu siswa memahami cara melakukan
operasi perkalian dan penyederhanaan pecahan, sedangkan keterampilan yaitu
siswa mampu menggunakan media manipulative
material kertas yang digunakan dalam mengerjakan perkalian dan
penyederhanaan pecahan. Dengan demikian dari tiga kriteria peningkatan tersebut
siswa sudah dapat dikatakan belajar. “Belajar adalah suatu proses perubahan di
dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk
kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir
dan lain-lain kemampuan.” (Hakim, 2005:1).
Peningkatan
hasil belajar dapat diukur dari latihan yang diberikan peneliti selaku guru,
hasil belajar dikatakan berhasil jika terjadi peningkatan nilai-nilai selama
kegiatan belajar dilaksanakan. Seperti diungkapkan Dimyati dan Mudjiono (2006),
bahwa hasil belajar adalah hasil yang dicapai dalam bentuk angka-angka atau
skor setelah diberikan tes hasil belajar pada setiap akhir pembelajaran. Nilai
yang diperoleh siswa menjadi acuan untuk melihat penguasaan siswa dalam
menerima materi pelajaran.
Pembelajaran
matematika dengan penggunaan media manipulative
material kertas mempunyai langkah pembelajaran yang dimulai dari
menghubungkan dengan benda-benda nyata, selanjutnya menyimpan dalam bentuk
bayangan mental atau gambaran pemikiran, terakhir mengutarakannya dalam bentuk
simbol-simbol matematika. Seperti yang dijelaskan oleh Bruner (dalam Muhsetyo,
2012:1.12 dalam Karsom dkk., 2012:1.12) menyebut tingkatan yang perlu
diperhatikan dalam mengakomodasikan keadaan peserta didik, yaitu (a) enactive (manipulasi objek langsung),
(b) iconic (manipulasi objek tidak
langsung), dan (c) symbolic (manipulasi
simbol).
Sebagai
salah satu media pembelajaran, manipulative
material (bahan manipulatif) sangat membantu siswa dalam memahami dan
memperoleh informasi yang dapat didengar ataupun dilihat sehingga pembelajaran
dapat berhasil. Karena dengan bahan manipulatif dalam pembelajaran matematika
khususnya, guru dapat menjelaskan konsep dan prosedur matematika dan dapat
mempermudah siswa memahaminya. “ [ ... ]. Penggunaan bahan manipulatif ini
dimaksudkan untuk mempermudah peserta didik dalam memahami konsep dan prosedur
matematika”. (Muhsetyo dkk, 2012:2.1-2.2).
Dalam
pembelajaran matematika SD, agar bahan pelajaran yang diberikan lebih mudah
dipahami oleh siswa, diperlukan bahan-bahan yang perlu disiapkan oleh guru,
dari barang-barang yang harganya relatif murah dan mudah diperoleh, misalnya
karton, kertas, kayu, kawat, kain, untuk menanamkan konsep matematika tertentu
sesuai dengan keperluan. (Muhsetyo dkk, 2012:2.20-2.21). Manfaat dari bahan
manipulatif kertas/karton antara lain adalah untuk menjelaskan pecahan (konsep,
sama/senilai, operasi).
V. Simpulan dan Saran Tindak Lanjut
A. Simpulan
Berdasarkan
hasil penelitian dapat dibuat kesimpulan antara lain; (1) dengan menggunakan
media manipulative material kertas
pada pembelajaran matematika materi pecahan di kelas V SDN 1 Sungai Lumpur
dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan (2) dengan menggunakan media manipulative material kertas dapat
meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan keterampilan siswa dalam pembelajaran matematika.
B. Saran dan
Tindak Lanjut
Saran-saran
yang dapat penulis sampaikan antara lain; (1) bagi guru SD dalam mengajarkan
pembelajaran matematika hendaknya selalu menggunakan media pembelajaran yang
sesuai, diantaranya manipulative material
dan (2) dalam mengajarkan pembelajaran matematika diharapkan selalu
memperhatikan tiga tahap pembelajaran yaitu, enactive, iconic, dan symbolic.
Daftar Pustaka
Anitah
W, S., dkk. (2011). Modul 2. Pembelajaran di Sekolah Dasar: Strategi
Pembelajaran
di SD. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Habsari, S. (2005). Belajar Secara Efektif. Jakarta: Pustaka
Pembangunan
Swadaya Nusantara.
Hakim, T. (2005). Bimbingan dan Konseling SMA untuk Kelas XI. Jakarta:
Grasindo.
Heruman. (2010). Model Pembelajaran Matematika Di Sekolah
Dasar. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Rajasa, I. (2009). Mengenal Pecahan. Bandung: Graha Bandung
Kencana.
Karso, dkk. (2011).
Modul 1. Pembelajaran Matematika di SD: Pendidikan
Matematika
1. Jakarta: Universitas
Terbuka.
_________. (2011). Modul
7. Bilangan Pecahan Biasa dan Pecahan Desimal:
Pendidikan
Matematika 1. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2014). Tema
1
Benda-benda di Lingkungan Sekitar.
Buku Tematik Terpadu Kurikulum
2013.
Buku Guru SD/MI Kelas V. Jakarta.
Muhsetyo, G., dkk.
(2012). Modul 1. Pembelajaran Matematika Berdasarkan
KBK: Pembelajaran Matematika SD. Tangerang
Selatan: Universitas
Terbuka.
________________.
(2012). Modul 2. Media dan Bahan Manipulatif dalam
Pembelajaran Matematika SD: Pembelajaran Matematika SD. Tangerang
Selatan: Universitas Terbuka.
Prihatin, E. (2008). Guru sebagai Fasilitator. Bandung: PT
Karsa Mandiri
Persada.
Wardhani, IGAK dan
Wihardit, K. (2012). Modul 1. Hakikat Penelitian Tindakan
Kelas: Penelitian Tindakan Kelas. Tangerang
Selatan: Universitas
Terbuka.
Wiriaatmadja, R. Prof.
Dr. (2009). Metode Penelitian Tindakan
Kelas. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
http://himitsuqalbu.wordpress.com/2014/03/21/definisi-hasil-belajar-menurut-
para-ahli/
http://id.wikipedia.org/wiki/Belajar//
Comments